DIY · Parenting

Mobil bertenaga balon

Pekan lalu materi dari RMA (Rumah Main Anak) adalah tentang sains. Menarik ya?! Masak iya bocah batita sudah diajari tentang sains sih? Ya dimulai dengan pengenalan gapapa dong, ya kaan? Walaupun belum begitu paham juga mungkin, tapi bukankah di setiap peristiwa ada pembelajarannya? Apalagi anak itu pembelajar yang cepat. Jadi biar si anak mulai berpikir kritis, “kok bisa gini yaaa? Kok begitu yaa?”:mrgreen:
Narasumbernya pun sudah ahli di bidangnya (ga bisa nyolek mba Ning 😅). Tapi bisa dilihat karya-karyanya di IG @ning_hendro ;).  Berikut materinya ya,barangkali ada yang butuh :

Membuat Sains Menjadi Menyenangkan Sebagai Sarana Belajar dan Bermain Anak

Bismillahhirrahmanirrahim…

Assalamu’alaikum wr wb

Sains saat masa-masa saya sekolah dulu mempunyai kesan rumit dan sedikit menakutkan, karena yang kita kenal dengan sains adalah hitung-hitungan rumus fisika atau deretan atom-atom karbon pada kimia. Karena hal tersebut saya mempunyai keingina untuk lebih menyederhanakan sains dan mulai mengenalkan kepada anak-sains. Sains yang bagi anak-anak terkadang terlihat begitu “amazing”, hal ini dapat dimanfaatkan menjadi ajang bermain dan belajar serta quality time yang menyenangkan orang tua bersama anak-anak.

Banyak hal-hal sederhana dalam keseharian dan lingkungan kita adalah bagian dari sains. Dari hal-hal sederhana itulah kita bangun rasa keingintahuan dari anak2 akan sains.

Seperti mengenalkan konsep mengapung tenggelam lewat mainan mereka, mengenal warna dan pencampurannya, mengenal konsep densitas/kekentalan/massa jenis, mengenal zat, mengenal siklus hidup, mengenal rasa, bau dan tekstur, dll. Bonusnya selain mengenalkan sains kita dapat juga melatih anak melalui sensory misalnya.

Beberapa sains sederhana yang dapat dikenalkan pada anak usia dini diantaranya :

》 Konsep mengapung tenggelam
Anak belajar mengenal dan memisahkan benda2 mana yang mengapung dan tenggelam di air.
–> Anak akan mulai mengenal adanya istilah mengapung/tenggelam, berat/ringan, kental/cair.

》 Siklus hidup
Dapat dilakukan dengan :
~ Mengenalkan metamorfosis kupu-kupu melalui lapbook sederhana atau craft.
~ Mengenalkan siklus hidup tanaman yang berasal dari biji dengan menggunakan biji kacang hijau/kacang merah. Mengamati pertumbuhannya setiap hari.
–> Anak akan belajar mengenal dan memahami apa itu tumbuh/tidak tumbuh, panjang/pendek, untuk tumbuh diperlukan media dan faktor pendukung seperti cahaya matahari.

》Mengenal warna primer dan sekunder
Dapat dilakukan dengan :
~ mencampurkan air warna2 sekunder membentuk warna baru.
~ Menggunakan pewarna makanan dan susu.
~ Bermain es batu warna
~ Menggunakan cuka dan baking powder untuk membuat efek yang lebih menarik dari proses pencampuran warna.
–> Anak akan dapat belajar mengenal warna (primer –> sekunder), melihat detail proses pencampuran warna, bermain2 es untuk melatih sensory anak.

》 Mengenal medan listrik
~ Dengan menggunakan potongan kertas kecil2 dan plastik.
~ Atau dapat juga dengan menggunakan balon dan kertas tisu.
–> Anak akan mengenal medan listrik secara sederhana.

☆☆ Contoh-contoh kegiatan sains tersebut bisa dilihat dari beberapa kolase dokumentasi kegiatan saya bersama anak-anak.

Saya bukanlah ahli, hanya ibu yang sedang berjuang untuk menjadi lebih baik bagi anak-anak. Hari ini hanyalah sekedar sharing pengalaman saya, mungkin beberapa bunda disini jauh lebih hebat dan berpengalaman dari pada apa yang sudah saya share…

Mohon maaf jika ada kekurangan dalam hal menyampaikan sharing pada hari ini…

Wassalamu’alaikum wr wb

Warm regards,
Sri Sulistyowati “Ning”

Seperti biasa, setelah pekan materi,pekan selanjutnya adalah praktek. Apa yang kami praktekkan? kami membuat mobil bertenaga balon. Yeaaaayyyy!!! *bangga banget ya 😅 soalnya waktu kecil belum pernah dibikinin Bapak Ibu mainan kayak gini. Eh,bundanya juga jadi ikut belajar deh :mrgreen:. Yuukk bikin!! Gampang dan cepat kok 😉

image
Alat dan bahan

Cara bermain :
1. Buat papan mobil dari kardus berbentuk persegi panjang berukuran 5x10cm
2. Potong 2 buah sedotan dengan panjang 5 cm,lalu plester di setiap ujung bagian bawah papan. Fungsinya untuk menyematkan roda pada mobil
3. Potong lidi/tusuk sate dengan panjang 6cm. Masukkan ke dalam sedotan.
4. Untuk membuat roda mobil, cetak 4 buah lingkaran pada kardus dengan tutup botol atau cetakan bulat lainnya,lalu potong. Tusukkan pada lidi yang sudah disematkan pada sedotan sebelumnya.
5. Potong ujung balon dan masukkan ke dalam sedotan, lalu plester ujung balon tsb agar udara tidak bisa keluar saat balon ditiup. Setelah itu plester sedotan pada bagian tengah di atas papan mobil
6. Tiup balon lewat sedotan dan lepaskan. Voila! Mobil akan melajuu 😉

Hassan antusias banget sama mainan ini, alhamdulillaah. Sayangnya Hassan belum kuat niup balonnya, jadi dialih tugaskan ke bunda. Sampai mulut bunda capek,hihihi,tapi seru!! Video insyaAllah di IG.
Selamat mencoba yaa. 🙂

Parenting

Aku Tak Mau Menghafal Doa Ini!

Baru-baru ini  saya kecemplung di grup ibu-ibu yang luar biasa selalu memberi energi positif buat saya. Berbagi hikmah dari sebuah tulisan, buku, maupun sebuah perjalanan. Ya! Selalu ada hikmah di setiap hal yang kita lalui. Salah satu cara kita agar tetap dalam koridor syukur (aiih,menohok sekali :() . Seorang teman membagikan sebuah tulisan pada kami dan patut menjadi renungan buat saya pribadi.

Aku tak Mau Menghafal Doa Ini!

image

Aku adalah salah seorang guru di sebuah Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) di salah satu kota besar di negeri ini. Hampir setiap maghrib aku habiskan waktuku bersama anak-anak kecil. Mengajari mereka membaca Al-Quran, menghafal doa-doa umum, dan menghafal surat-surat pendek bukanlah hal yang membosankan bagiku. Tawa canda mereka, kepolosan mereka, dan kenakalan mereka, seolah-olah membawa kebahagiaan tersendiri bagiku.

Pada suatu pertemuan, setelah mendampingi murid-muridku dalam membaca Al-Quran, kuminta mereka untuk menghafal seuntai doa. Ya! Doa yang telah umum diketahui, yaitu doa untuk orang tua: Rabbighfirlì waliwàlidayya warhamhumà kamà rabbayànì shaghìrà. Secara bahasa, terjemahan doa tersebut kurang lebih seperti ini, “Ya Tuhan, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka mendidikku di waktu kecil”. Aku tak pernah meminta murid-muridku untuk menghafal seuntai doa kecuali dihafal juga terjemahannya.

Seperti biasa, mereka yang telah berhasil menghafalnya dipersilakan pulang duluan. Kulihat murid-muridku menghafalkannya dan berusaha untuk menjadi yang pertama kali pulang. Satu per satu mulai menunjukkan hafalannya kepadaku. Mereka pun pulang setelah kunyatakan hafalannya diterima hingga tinggal tersisa satu anak lagi.

Kudengar hafalannya tak pernah sampai selesai. “Rabbighfirlì… waliwàlidayya… warhamhumà…”, ucapnya terbata-bata berusaha mengingat apa yang ia hafal. Ia berhenti sejenak. Lalu ia mengulanginya lagi dari awal. Ia terus melakukan hal yang sama berulang-ulang. Akhirnya aku menimpali hafalannya, “Kamà rabbayànì shaghìrà”.

Rupanya, ia tak menghiraukanku. Ia kembali memperlancar potongan doa yang telah dihafalnya. Kutimpali lagi dan ia tak menghiraukanku. Pada kali yang ketiga, setelah kutimpali hafalannya, ia berhenti sejenak dan mendekatiku seraya berkata, “Pak Ustadz, aku tak mau menghafal doa ini!”
Dengan sedikit heran, aku bertanya, “Lho, kenapa?”

Dengan sedikit gugup, ia menjawab, “Ayah dan Ibu sibuk bekerja, bilang sibuk dakwah dan mengajar. Sering sekali aku tidur di rumah hanya dengan bibi (asisten rumah tangga) atau bahkan sendiri. Jika keduanya sedang ada di rumah, aku tak pernah mendengar salah satu dari mereka membaca atau menghafal Al-Quran. Keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di depan handphone atau laptopnya. Keduanya sering sekali membelikanku mainan tapi keduanya tak ada yang mau bermain denganku. Mainan itu hanya sebagai pengalih agar aku tak mengganggu pekerjaan dan keasikan mereka.”

Aku menghela nafas panjang.
“Pak Ustadz, aku tak mau menghafal doa ini. Aku tak mau Allah menyayangi orang tuaku sebagaimana orang tuaku menyayangiku”, tutupnya.
Mataku berlinang. Kukatakan kepadanya, “Semoga Allah merahmatimu. Cukuplah menghafal doanya hanya Rabbighfirlì waliwàlidayya warhamhumà dan kamu boleh pulang.”

Kini aku mengerti, sayangnya kita kepada anak-anak kita boleh jadi adalah parameter sayangnya Allah kepada kita.

Jadilah orang tua yg hebat dan sholih/sholihah, ayah bunda 😌

Ini adalah kisah nyata,

Ditulis oleh:
Rasta Taleowak
22 Desember 2015

Disunting ulang oleh:
Gus Uwik, majelis SYIAR

📚📚📚📚📚📚📚📚📚

Hikmah :
Selalu senang membaca kisah -terlepas fiksi atau nyata- semacam tulisan diatas. Jangankan seorang anak, orang dewasa pun rasanya tidak ada yang suka diperlakukan demikian. Dicuekin. Dikacangin. Diabaikan. True? Apalagi ini adalah seorang anak. Mau kemana lagi anak-anak selain orangtuanya? Bukankah dunia mereka adalah kita? Sebagai seorang dewasa, problem kita sering berputar disitu-situ saja. Pertama, sering gagal fokus. Kedua, fokus tapi pada hal-hal yang kurang penting, kurang membawa manfaat.
Saya tertohok. Masih sering mengabaikan hak anak, masih sering menomorduakan anak untuk hal-hal yang sebetulnya bisa dibuat lebih sederhana. Cucian bisa menunggu. Setrikaan bisa menunggu. Tapi anak… sampai kapan mereka harus terus menunggu pekerjaan-pekerjaan yang tiada habisnya itu rampung?
A note to myself. Semoga semakin adil memenuhi hak-hak anak yang nampak sepele namun amat membekas di hati mereka.

Cooking

Carrot Pineapple Cake

Setelah beberapa hari ‘mengurung diri’ plus terkena oven blues 😅, akhirnya menyala kembali lah oven di apartemen karena rengekan anak lanang yang minta kue. Seperti biasa,bunda malas kalau harus mengeluarkan seluruh alat tempur perkuean. Kl bisa yang sekali aduk jadi gitu,hihihi. Ketemulah resep dari salah satu teman di grup #mbakyurop, mumpung stock ada semua juga. Merci beaucoup yaa Kios Kana 🙂
Cekidot aja ya resepnya,monggoo 😉

CARROT PINEAPPLE CAKE

image

BAHAN :
2 cup tepung terigu
1 sdt baking powder
1 sdt baking soda
1/2 sdt garam
1 sdt bubuk kayu manis
1/2 sdt vanila ekstrak (sy skip krn tidak punya)
1 cup minyak sayur
1 1/2 cup gula pasir
4 cup parutan wortel (sy cuma 3 cup)
1 cup nanas yg sudah dihaluskan
4 telur

Panaskan oven 180° C
Campur tepung terigu, baking powder, baking soda dan garam, aduk sampai rata
Buat lubang di tengah, masukkan gula, minyak, vanila ekstrak dan telur. Aduk kembali hingga semua tercampur dan halus
Masukkan wortel dan nanas.
Tuang di cetakan muffin , oven sekitar 30-45 menit. Lakukan tes tusuk untuk mengetahui apakah cake sudah matang atau belum.
Selamat mencoba

Parenting

Miskin Aktifitas

Akhir-akhir ini saya merasa pada tingkat kejenuhan yang rasanya sudah di ubun-ubun. Mungkin karena aktivitas saya yang 24 jam berada di rumah, tidak berinteraksi dengan orang lain dan aktivitas monoton lainnya. Sebenarnya membersamai anak bukan aktivitas monoton, tapi kalau hanya dilakukan di dalam rumah, 24 jam selama enam hari rasanya tetap menjenuhkan bagi saya dan juga anak-anak.
Akhir pekan pun biasanya hanya kami lalui dengan berbelanja kebutuhan selama seminggu. Ditambah cuaca yang kurang bersahabat,jadilah kami miskin aktifitas. Sebenarnya saya sudah menawarkan kepada suami untuk merancang aktifitas khusus di akhir pekan. Jadi sekalipun berada di rumah,kami tidak mati gaya. Tapi sampai sekarang pun kami belum menemukan rangkaian aktifitas yang sekiranya menarik. Any idea?
Jujur rasanya di’ungkep’ di dalam rumah selama seminggu itu sangat mempengaruhi mood secara pribadi. Apalagi kegiatan lainnya hanya belanja mingguan yang terkadang semakin merusak mood. Saya lebih senang weekend bukan menjadi jadwal belanja mingguan,tapi menjadi acara khusus keluarga,entah itu jalan-jalan,nonton,ke perpustakaan, main bersama di rumah, atau kegiatan lainnya di luar shopping mingguan yang list nya begitu banyak. Dan waktu habis hanya untuk belanja mingguan,padahal kalau Sabtu banyak tempat yang ingin saya kunjungi 😌. Fyi, di Eropa ini, hari Ahad adalah hari rumah se Eropa. Maksudnya? Maksudnya adalah semua toko dan swalayan bisa dipastikan 99% tutup. Kota pun sepi. Jangan dibandingkan dengan di Indonesia ya. Hyuuhh, tapi apa daya,adanya dua anak mengharuskan saya menunggu suami memiliki jadwal kosong untuk mengantar saya berbelanja. Kalaupun berbelanja sendiri ditemani dua anak batita ini, saya tak sanggup 😭😭.
Ditambah dua anak ini jadwal tidurnya masih sama seperti orangtuanya. Jadi pagi saat subuh, Sarah sudah duluan bangun. Dan malamnya, mas Hassan hanya bisa tidur saat orangtuanya sudah tidur. PR sekali jam tidur mas Hassan ini.
Adakah yang punya ide kegiatan mengasyikkan yang bisa kami lakukan di dalam rumah? 😉

Familytrip

Lemari Pakaian

Tulisan ini beberapa waktu lalu bersliweran di timeline FB saya. Entah karena saya yang baper atau saya merasa tersinggung,hehehe,beda tipis mungkin ya 😝

Alhamdulillah , hijab syar’i kini mulai semarak dan mulai menjadi trend. Ini adalah kebaikan dan kemuliaan.
Tapi setan , gak mau ketinggalan. Dia’ terus berusaha tetap menyesatkan walau hijab sudah syar’i , setan menumbuhkan semangat di hati para muslimah untuk mengoleksi hijab syar’i dengan berbagai mode. Serta membuatnya lupa dengan semangat memperbaiki akhlaq.
Setan, menjeratnya dengan senang menumpuk~ numpuk pakaian dan mengurangi sedekahnya. Setan terus menumbuhkan semangatnya untuk tampil cantik dan syar’i , namun melupakan diri untuk menambah ilmu agama .
Belum puas dengan itu, setan menyemangati agar para wanita yg berhijab syar’i untuk hadir di majelis~ majelis ta’lim dengan tujuan memamerkan koleksi hijab syar’i miliknya.
Setan pun semakin senang , karena wanita muslimah sudah melupakan ilmu tawadhu dan kesederhanaan .
Hijabnya memang syar’i tapi, mahalnya gak ketulungan.
Wanita muslimah pun menabung sedikit2 untuk beli hijab syar’i dan melupakan tabungan ke tanah suci. Lupa menabung untuk berkorban bahkan mudah menabung untuk beli baju dari pada keluar untuk sedekah…
Ketika hijab syar’i yg baru di belinya, ada yg sedikit cacatnya, pikirannya resah penuh kecewa. Setan telah membuatnya lupa dng cacat sholatnya, cacat sedekahnya , dan cacatnya baca alqur’an. Jika hijab syar’i yg di milikinya , memiliki keindahan sempurna ia tidak siap menyedekahkan nya. Hatinya telah menikah dng dunia dan bercerai dng RABB – nya. Jika sudah demikian masihkah punya keinginan mengoleksinya
Milikilah hijab syar’i seperlunya
Sederhanakanlah penampilan.
– Jelita Tiara –

Ke-baper-an itu ternyata berlanjut saat saya baru saja menyelesaikan segunung pakaian bersih yang siap masuk lemari. Tumpukan mana yang paling tinggi? Ya jelas tumpukan baju anak-anak #membela diri :p
Membicarakan soal pakaian dan melongok isi lemari, 2 rak pertama adalah milik ayah, selebihnya? Berada dalam kekuasaan bunda tentunya. Saya ingat sekali selama tinggal disini, suami hanya 3 kali membeli pakaian. Pertama saat membelikanku kaos sekaligus untuknya,yang akhirnya kaos Ayah itupun sudah tak layak pakai karena kebesaran. Kedua adalah saat bulan soldes dimana toko-toko menawarkan diskon yang cukup menggiurkan. Saat itu suami membeli dua buah kaos yang layak dipakainya ke kampus. Dan yang ketiga,masih dalam bulan soldes,suami kembali membeli 2 buah kemeja yang digunakannya untuk ke kampus/acara resmi. Selama ini pula,biasanya hanya itu-itu saja baju yang dipakainya. Sering saya komplain untuk membeli baju lagi, sayangnya dia bukan seorang yang fashionable. Pun saat membeli jaket, sepatu atau barang fashion lainnya,haruslah saya bujuk-bujuk terlebih dahulu. Sedangkan saya? Saya wanita seperti pada umumnya yang matanya selalu muncul lambang cinta seperti pada film-film saat melihat segala jenis fashion. Rumput tetangga selalu terlihat hijau dalam hal ini,hehehe. Tapi berkat suami, saya mulai sadar untuk mengerem segala keinginan yang sering muncul. Ditambah saya pecinta fashion ala Indonesia, membuat saya mengurungkan niat membeli pakaian karena jelas mahal di ongkosnya,hihihi.
Pun saat teman-teman membicarakan segala jenis merk fashion,saya lebih memilih mengundurkan diri karena pertama saya tidak paham merk (kalau yang ini jujur 😁 tapi kalau bertanya untuk daily gamis,tanyalah pada saya,hahaha), kedua karena takut kantong jebol hanya karena pengen.
Sepertinya saya harus selalu melongok lemari pakaian sebelum membeli pakaian lagi. Percuma dong ya, beli pakaian tapi lemarinya ga muat? *eh. Tapi bener lhoh, saya jadi takut bahwa apa yang saya “timbun” di lemari sekarang ini bukan karena kebutuhan saya, melainkan hanya sekedar ikut tren,fashion,atau apalah sejenisnya. Yuk cek lemari masing-masing ;);)

Parenting

Milestone Sarahassan

Mencari-cari milestone untuk Sarahassan, alhamdulillah ketemu indikator perkembangan anak di Rumah Inspirasi. Kegalauan sedikit terobati karena dari sekian banyak checklist,perkembangan sarahassan terbilang baik , alhamdulillaah 😉

CHECKLIST INDIKATOR SARAH (Konsep Pengembangan PAUD Non Formal – Diknas usia 0-1 tahun) 

Konsep Pengembangan PAUD Non Formal yang dibuat oleh Pusat Kurikulum Diknas mengacu pada bidang pengembangan:

  • Moral dan nilai-nilai agama
  • Sosial, emosional dan kemandirian
  • Berbahasa
  • Kognitif
  • Fisik/Motorik
  • Seni

This slideshow requires JavaScript.

Dari sekian banyak checklist di atas, perkembangan Sarah memang belum maksimal terutama pada fisik, motorik dan seni. Hal ini dimungkinkan karna Sarah masih berada di  usia 7 bulan,masih ada sekitar 5 bulan lagi untuk mencapai perkembangan yang maksimal. InsyaAllah bisa ya dek ^^

 

CHECKLIST INDIKATOR HASSAN (Konsep Pengembangan PAUD Non Formal – Diknas usia 2-3 tahun) 

This slideshow requires JavaScript.

Alhamdulillah meskipun belum semua tercapai secara sempurna, tapi paling tidak hanya beberapa poin saja yang insyaAllah akan mas Hassan bisa lalui dengan baik dengan terus diberi stimulus saat bermain.

Selain konsep Pengembangan Paud Non Formal dari Diknas, ada alat bantu lainnya untuk memantau perkembangan mulai bayi hingga umur 5 tahun menurut June R Oberlander dalam buku “Slow and Steady Get Me Ready” :

parameter sarah
Checklist Sarah

 

parameter hassan
Checklist Hassan

Memang belum semua indikator  itu terisi seperti ‘seharusnya’. Tapi tenang saja, itu hanyalah sebuah indikator yang memudahkan kita sebagai orangtua untuk mengetahui sejauh mana perkembangan anak. Setelah kita mengetahui apa saja fase yang sudah dan belum dilewati oleh anak, kita akan bisa menentukan permainan-permainan apa saja yang bisa menstimulasi perkembangannya. Yang perlu dicatat adalah, setiap anak  itu terlahir berbeda dan unik. Tugas kitalah sebagai orangtua untuk terus menggali potensi yang sudah Allah berikan padanya.

Parenting

‘Amanah Pertama Kami’ : Hassan

Menyimpan sebuah pengingat untuk diri sendiri yang masih sering lalai dalam mengasuh,mendidik dan merawat amanah Allah.
Teruntuk mas Hassan, kesayangan Ayah Bunda. Bunda minta maaf ya jika banyak hal yang sudah bunda sia-sia kan,terutama waktu untuk mas Hassan.
Bunda minta maaf jika sering marah kalau mas Hassan sedang susah untuk makan.
Bunda minta maaf jika mas Hassan merasa dinomorduakan setelah adek lahir,sedangkan mas Hassan masih butuh banyak perhatian dari AyahBunda.
Bunda minta maaf jika waktu untuk bermain dengan mas Hassan berkurang.
Bunda minta maaf untuk keterlambatan bunda memahami apa dan bagaimana menjadi orangtua yang baik
Padahal karna ada mas Hassan lah kami bisa disebut orangtua..
Bunda minta maaf atas segala hal yang membuat mas Hassan sedih..

image

Karena anak yang dulu mungil menggemaskan, mendadak terlihat besar dan (harus) dewasa saat adiknya lahir..

Karena anak yang dulu terbiasa jadi pusat perhatian utama, seringkali kini tak lagi jadi prioritas pertama Bapak Ibunya..

Karena anak yang dulu bisa memeluk Ibunya kapan saja, kini (dipaksa) belajar menunggu hingga tangan Ibu leluasa..

Karena anak yang begitu bersemangat melihat dan menyentuh adiknya, terkadang (tanpa sadar) dihardik dengan, “Jangan Kakak! Nanti adiknya sakit! Pelan pelan!”

Karena anak yang didogma dengan iming iming, “Kakak tetep disayang kok sama Bapak Ibu..”, belajar berdamai dengan disonansi kognitifnya saat ia dilarang membantu urusan adiknya ini dan itu.

Dia. Anak pertama kita. Yang mungkin lahir dalam keterbatasan begitu rupa. Saat bapak ibu nya baru menapaki tangga tangga awal kehidupan berumah tangga.

Dia. Anak pertama kita. Yang mungkin lahir dalam kesempitan ekonomi. Dan terpaksa beradaptasi mulai dari merk baju hingga tempat imunisasi.

Dia. Anak pertama kita. Yang mungkin lahir saat Bapak Ibunya tak cukup bekal teori parenting. Sehingga beberapa episode hidupnya dihiasi dengan omelan dan teriakan nyaring.

Dia. Anak pertama kita. Dua garis pertama kita. Tendangan kecil di perut pertama kita. Mulas melahirkan pertama kita. Tangisan bayi pertama kita. Baby blues dan adaptasi pertama kita..

Dia. Anak pertama kita. Yang belakangan tampak begitu bertingkah. Begitu mengesalkan. Begitu memicu emosi naik ke ubun ubun..

Padahal dia. Anak pertama. Sama seperti kita. Sedang belajar beradaptasi. Dengan si adik baru. Sedang belajar memahami. Untuk terbiasa berbagi perhatian Bapak dan Ibu..

“The kids who need the most love will ask for it in the most unloving of ways”
-anonymous-

Dan dia. Anak pertama kita. Di antara semua tingkah laku menyebalkannya akhir akhir ini, hanyalah seorang anak yang menunggu pelukan lama dari Bapak Ibunya. Menunggu diyakinkan bahwa dengan kehadiran adik barunya, semua akan tetap baik baik saja..
-Jayaning Hartami